Olive Garden

Restoran Klasik AS Berjuang Bangkit Lagi

(Business Lounge – Global News) Setelah tahun yang penuh tekanan, rantai restoran kasual legendaris Amerika seperti Red Lobster, TGI Fridays, Applebee’s, Olive Garden, hingga Cracker Barrel menghadapi realitas pahit bahwa kejayaan masa lalu tidak cukup untuk mempertahankan eksistensi di tengah perubahan selera, tekanan biaya, dan kompetisi yang semakin sengit. Kini, mereka berjuang untuk bangkit, meremajakan citra mereka tanpa mengasingkan pelanggan lama yang setia selama puluhan tahun.

Menurut laporan terbaru The Wall Street Journal, tahun 2024 merupakan tahun paling menyakitkan bagi industri restoran kasual di Amerika Serikat. Red Lobster, ikon makanan laut yang telah berdiri selama lebih dari 50 tahun, mengajukan kebangkrutan pada Mei 2024, menutup lebih dari 90 gerai dan meninggalkan kesan bahwa “middle-market dining” Amerika kini berada di ambang krisis identitas. Sementara itu, TGI Fridays menutup hampir 40 lokasi dan mem-PHK ratusan pekerja dalam upaya menyelamatkan profitabilitas. Bahkan Cracker Barrel, restoran bergaya pedesaan yang menjadi tempat makan keluarga lintas generasi, mengakui bahwa mereka menghadapi tantangan berat dari konsumen yang semakin berorientasi nilai, waktu, dan pengalaman.

Perubahan demografis, inflasi, dan meningkatnya preferensi untuk makan cepat atau pesan antar menjadikan rantai restoran dengan layanan meja—yang dulu mendominasi pinggiran kota dan jalan bebas hambatan—sekarang harus bertarung untuk relevansi. Pelanggan milenial dan Gen Z cenderung memilih makanan cepat saji modern seperti Shake Shack, Sweetgreen, atau bahkan makanan Korea dan Thailand yang bisa dipesan melalui aplikasi. Sementara konsumen baby boomer yang dulu menjadi basis utama restoran seperti Olive Garden dan Cracker Barrel kini semakin jarang makan di luar.

Namun, alih-alih menyerah pada tren, beberapa merek restoran ini mencoba strategi penyelamatan: transformasi citra secara hati-hati. Mereka sadar bahwa jika terlalu berubah, mereka akan kehilangan pelanggan lama. Tetapi jika tidak berubah, mereka akan mati pelan-pelan.

Cracker Barrel, misalnya, kini mencoba menarik pelanggan yang lebih muda tanpa kehilangan atmosfer country store-nya. Salah satu eksekutif yang dikutip oleh CNBC menyatakan, “Kami tidak akan pernah menjadi tempat orang mabuk seperti bar di pusat kota, tapi kami ingin orang datang bukan hanya untuk pancake.” Strategi mereka termasuk menambahkan minuman beralkohol ringan, memperbarui menu dengan item vegetarian, dan memperbaiki desain interior tanpa menghilangkan estetika pedesaan yang menjadi ciri khas.

Begitu juga dengan Applebee’s yang telah meluncurkan kampanye pemasaran berbasis nostalgia dengan lagu-lagu country populer untuk meraih kembali perhatian konsumen sambil memperkenalkan teknologi pemesanan digital di meja. Dalam wawancara dengan Bloomberg, CEO Dine Brands Global, pemilik Applebee’s, mengakui bahwa “konsumen ingin kepraktisan, tapi juga ingin rasa nyaman yang familiar.” Applebee’s berusaha menciptakan keseimbangan antara layanan cepat dan suasana yang hangat.

Sementara itu, Olive Garden milik Darden Restaurants tetap mempertahankan strategi klasik mereka—makanan Italia ala Amerika dengan porsi besar dan roti bawang putih tak terbatas—tetapi kini menanamkan investasi besar dalam pengelolaan data pelanggan dan sistem pengiriman. Mereka mengintegrasikan platform digital agar pelanggan bisa memilih waktu makan, melakukan reservasi otomatis, hingga membayar lewat aplikasi. Menurut laporan Reuters, Darden kini berfokus mengembangkan efisiensi operasional dan data insight sebagai modal bertahan.

Transformasi juga terlihat dari menu yang lebih ringan, fleksibel, dan beragam. Dulu restoran seperti Red Lobster atau TGI Fridays dikenal dengan porsi besar dan makanan berat, tetapi kini mereka mulai menyisipkan menu sehat, menu rendah kalori, hingga opsi vegan dan bebas gluten. Namun perubahan ini bukan tanpa tantangan. Seorang analis industri dari Technomic menyebutkan bahwa “melakukan rebranding tanpa mengkhianati identitas inti adalah ujian paling berat dalam bisnis restoran.” Terlalu banyak perubahan bisa mengasingkan pelanggan inti, tetapi stagnasi berarti mati pelan-pelan.

Salah satu faktor pendorong tekanan ini adalah tingginya biaya operasional, terutama akibat inflasi pangan dan tenaga kerja. Sejak 2021, biaya upah minimum di banyak negara bagian meningkat tajam, sementara harga bahan makanan pokok seperti daging sapi, ayam, dan minyak goreng melonjak drastis. NPR melaporkan bahwa restoran kasual kini mengalami tekanan margin terbesar sejak krisis keuangan 2008. Rantai besar yang dulu bisa menekan harga lewat skala kini justru kesulitan karena struktur biaya tetap tinggi namun lalu lintas pelanggan menurun.

Lebih jauh lagi, tren perubahan gaya hidup setelah pandemi juga berdampak signifikan. Kebiasaan makan di luar yang dulu menjadi tradisi mingguan banyak keluarga Amerika kini digantikan dengan aktivitas di rumah atau layanan pesan antar. Selain itu, banyak pekerja kantoran yang masih bekerja dari rumah tidak lagi mencari restoran kasual untuk makan siang, sehingga jam operasional tradisional—seperti makan siang dan makan malam—tidak sepadat dulu. The New York Times mencatat bahwa beberapa restoran besar kini bahkan menghapus shift siang hari untuk memangkas kerugian.

Namun, tidak semua kabar suram. Beberapa rantai justru mulai menemukan kembali momentumnya melalui kemitraan baru, inovasi operasional, dan pendekatan komunitas. TGI Fridays, misalnya, tengah menjajaki kemitraan dengan perusahaan hiburan lokal untuk menghadirkan “Friday Nights” sebagai tempat nongkrong ringan dengan live music. Olive Garden berinvestasi dalam pengiriman grup dan layanan katering skala kecil yang populer di kalangan komunitas gereja dan sekolah. Sementara Cracker Barrel mulai mengeksplorasi format restoran versi mini yang lebih cocok untuk wilayah urban dan lokasi bandara.

Bagi beberapa eksekutif, jalan ke depan justru terletak pada kesediaan untuk mengambil risiko, bahkan jika itu berarti melepas sebagian warisan. Salah satu strategi yang sedang diuji adalah mengubah lokasi dan skala. Red Lobster, setelah restrukturisasi, kini mempertimbangkan untuk fokus pada lokasi pantai atau area wisata dengan lalu lintas tinggi, dan meninggalkan lokasi suburban yang merugi. Di sisi lain, Olive Garden mulai mempertimbangkan lokasi “express” yang lebih kecil dan berfokus pada pengambilan cepat atau delivery.

Pengaruh media sosial juga memainkan peran ganda. Di satu sisi, platform seperti TikTok dan Instagram telah memopulerkan restoran generasi baru dan mendorong budaya food influencer. Namun beberapa restoran kasual lama mulai memanfaatkan platform ini untuk kampanye nostalgia dan tantangan makanan. Dalam beberapa minggu terakhir, Cracker Barrel mencatat kenaikan pemesanan menu sarapan mereka setelah tantangan #OldSchoolBreakfast viral di TikTok. Strategi ini menunjukkan bahwa meskipun nama lama, mereka masih bisa relevan di lanskap digital baru.

Satu benang merah dari upaya-upaya ini adalah keinginan untuk tetap hidup di dunia yang bergerak cepat, tanpa mengorbankan inti dari apa yang membuat merek mereka dicintai. Dalam wawancara dengan Fortune, CEO Cracker Barrel menyatakan, “Kita tidak akan pernah menjadi restoran tren. Tapi kita bisa menjadi restoran yang dikenang.” Kata-kata ini mencerminkan dilema banyak restoran legendaris yang kini berdiri di persimpangan sejarah: berpegang pada akar atau mengejar relevansi?

Yang jelas, tahun 2025 akan menjadi ujian besar bagi seluruh industri restoran kasual. Mereka yang mampu beradaptasi dengan cepat—tanpa kehilangan rasa keaslian—mungkin akan bertahan dan bahkan berkembang di era baru ini. Namun bagi mereka yang terlambat, kisah Red Lobster bisa menjadi peringatan bahwa bahkan merek paling kuat pun bisa tenggelam bila tidak cukup lentur menghadapi perubahan zaman.

Dengan lanskap restoran yang terus berevolusi, satu hal yang pasti: konsumen memiliki lebih banyak pilihan dari sebelumnya, dan hanya yang mampu memberi nilai nyata dalam bentuk kualitas, pengalaman, dan konektivitas emosional yang akan memenangkan hati dan perut generasi berikutnya.