Pemimpin Mengakui Kesalahan: Aib atau Kehormatan?

(Business Lounge Journal – Lead and Follow) Suatu hari saya bersama beberapa rekan diminta hadir dalam pertemuan mendadak oleh atasan kami, seseorang dengan posisi tinggi di perusahaan kami. Tidak seorang pun tahu agenda pertemuan mendadak siang itu, sehingga kami datang dengan tanda-tanya di benak masing-masing. Atasan kami menyampaikan maksudnya mengumpulkan para one down-nya, yaitu untuk meminta maaf sebab dia telah melakukan sesuatu kesalahan dalam pengambilan keputusan sehingga sempat ditegur oleh direksi.

Kami terperangah dan saling memandang sementara atasan kami dengan serius meminta maaf. Sebenarnya kalau tidak diinformasikan kesalahan tersebut kami juga tidak tahu dan kami pun tidak merasa atasan kami perlu meminta maaf sedemikian rupa. Tapi apa yang pimpinan kami lakukan sangat mengesankan termasuk bagi saya, sehingga setelah berlalu lebih dari sepuluh tahun lalu saya masih mengingat peristiwa ini. Apakah saat itu para one down merendahkan atasan yang dipandang hebat tapi ternyata melakukan kesalahan? Apakah mereka menganggap ini sebuah aib dan tidak percaya lagi pada atasan? Ternyata tidak. Ketika dengan tulus hati seorang atasan yang melakukan kesalahan meminta maaf, menimbulkan rasa hormat dan penghargaan atas keberaniannya mengakui kesalahan dan menanggung akibatnya. Bukan hanya itu, muncul satu kesepakatan dari bawahan untuk mendukung pimpinan dalam mengatasi akibat yang muncul dari kesalahan yang terjadi.

Pemimpin Jangan Takut Mengakui Kesalahan

Tidak seorang pun dengan sadar suka berbuat kesalahan dan tidak seorang pun dalam sepanjang hidupnya tidak pernah melakukan kesalahan. Termasuk seorang pemimpin, apakah itu supervisor, pimpinan Divisi, CEO, pimpinan pemerintahan, atau rohaniwan sekalipun.

Memang ketika seorang pemimpin melakukan kesalahan, ada jalan pintas yang mudah ditempuh yaitu menutupi kesalahan dengan berbagai cara atau menimpakan kesalahan kepada orang lain, yang termudah adalah anak buah. Namun tentu ini bukan pemimpin yang baik sebab tidak mencerminkan akuntabilitas sebagai seorang pemimpin.

Mengakui kesalahan adalah bagian dari akuntabilitas seorang pemimpin, baik kepada orang-orang di lingkungannya baik atasan maupun bawahan, termasuk kepada publik, terutama bila pemimpin tersebut menempati posisi yang terkait dengan urusan publik. Barangkali Anda masih ingat kejadian sekitar 3 tahun lalu saat CEO Apple Tim Cook membuat sebuah kejutan dengan mengeluarkan surat pernyataan permintaan maaf pada para pengguna aplikasi Maps untuk iOS 6, yang digunakan oleh Apple sebagai pengganti Google Maps di iPhone 5. Cook mengakui bahwa aplikasi Maps tersebut masih kurang sempurna dan akan terus diperbaiki, dia bahkan menganjurkan para pengguna mencoba aplikasi maps alternatif termasuk milik Google tentunya. Tindakan gentleman ini tidak mengakibatkan Apple ditinggalkan pelanggan, bahkan para penggemar setia Apple makin merasa terjamin keyakinan mereka dalam menggunakan produk-produk Apple.

Pemimpin sejati adalah ia yang cukup rendah hati mengakui kesalahannya

Menjadi pemimpin tidak berarti bahwa ia selalu benar, tidak pernah salah dalam memimpin atau mengambil keputusan. John Maxwell dalam bukunya yang membahas tentang kepemimpinan mengatakan “Pemimpin sejati adalah ia yang cukup rendah hati untuk mengakui kesalahannya.” Tindakan mengakui kekeliruan atau kesalahan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas. Dengan kesediaan pemimpin untuk menjelaskan sebuah kesalahan yang terjadi, apalagi dilakukan sebelum diminta atau terbongkar kesalahannya, akan memulihkan kepercayaan orang-orang sekitar maupun publik kepada pemimpin tersebut. Rasa hormat tidak akan hilang karena pimpinan mengakui telah berbuat kekeliruan. Sebaliknya, penghargaan orang lain justru akan turun jika pemimpin menimpakan kesalahan kepada anak buah.

Meminta maaf atas kesalahan memang membutuhkan keberanian. Pastilah tidak nyaman mengakui kesalahan atau mengakui bahwa kita telah melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian. Namun, bila kita meminta maaf secara tulus, tidak defensif, tidak berdalih, pada umumnya orang akan memaafkan, dan menghargai. Dalam tulisannya di Forbes, “Creative Leadership: Humility and Being Wrong”, Doug Guthrie dan Sudhir Venkatesh menyebutkan mengakui kesalahan bukan hanya bagus tapi juga membantu membangun budaya meningkatkan keterbukaan, solidaritas, inovasi, dan banyak lagi gambaran positif kehidupan organisasi.”

Bukanlah aib apabila Anda sebagai seorang pemimpin mengakui kesalahan, jadi jangan takut, sebab pengakuan yang tulus membuat orang lain belajar dan terispirasi dengan keberanian mengakui kesalahan dan berkomitmen melakukan perbaikan. Orang lain justru akan menghargai Anda.

“A man must be big enough to admit his mistakes, smart enough to profit from them, and strong enough to correct them.” (John Maxwell)

bu-emyEmy Trimahanani/VMN/BL/Managing Partner for Wealth Management Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group

2
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x