(Business Lounge – Business Insight) IKEA akan segera membuka toko pertamanya di Korea Selatan pada Kamis (18/12). Perusahaan furniture raksasa dunia ini bukannya tidak mendapat rintangan untuk memasuki pasar. Banyak rintangan yang didapatnya terutama secara komersial dan budaya. Namun IKEA sangat berharap dengan membangun outlet seluas 131,550 sqm di kota Gwangmyeong, Seoul Selatan, perusahaan ini dapat menarik perhatian para kaum muda sebagai konsumen perkotaan.
Kurangnya Pilihan Furnitur di Korea
Korea memang telah lama mengeluhkan kurangnya pilihan pada pasar furnitur untuk rumah tangga, demikian dilansir oleh AFP. Tidaklah mudah untuk menemukan variasi furnitur di pasar furnitur Korea. Desain yang terbatas dan harga yang mahal menjadi keluhan yang utama. Sehingga para konsumen pun berharap adanya pemain baru yangdapat memberikan angin segar.
Pemain Baru dari Swedia di Pasar Korea
IKEA (Ingvar Kamprad, Elmtaryd – the farm where he grew up, and Agunnaryd (his hometown in Småland, south Sweden), perusahaan furnitur asal Swedia mulai memasuki pasar Korea. Toko pertamanya akan dibuka Kamis (18/12) namun sebelumnya IKEA meluncurkan websitenya pada bulan lalu. Di luar dugaan, daftar harga yang terdapat pada website tersebut lebih tinggi dari harga pada toko-toko IKEA di tempat lain. Hal ini sempat dipertanyakan dan mengundang kekecewaan konsumen. Berbagai posting negatif pun bermunculan di dunia maya.
Hal ini mengundang Seoul Fair Trade Commission turut camput untuk menganalisis perbedaan harga tersebut.
Dekorasi Peta yang Menuai Kecaman
Selain harga yang memicu kekecewaan, IKEA pun menuai kritik pedas, pasalnya salah satu peta dekorasi yang dijualnya menggambarkan perairan di sebelah timur semenanjung Korea sebagai “Laut Jepang” (Korea menyebutnya “Laut Timur). Hal ini sangat sensitif bagi Korea Selatan yang memiliki sengketa teritorial dengan Jepang.
Berbagai kritik dan kecaman dari dewan kota Gwangmyeong akhirnya memaksa Ikea untuk membuat permintaan maaf dan berjanji untuk menghentikan penjualan peta tersebut. “Kami mengakui bahwa Ikea telah melakukan kesalahan dalam meremehkan sensitivitas masalah ini dan untuk ini, kami dengan tulus meminta maaf,” demikian dikatakan perusahaan itu dalam sebuah pernyataan seperti dilansir oleh AFP.
Meskipun mendapatkan masalah, IKEA tetap memiliki harapan khususnya pada pasar yang tidak selalu ramah kepada pengecer asing. Dua pengecer terbesar di dunia, Wal-Mart dan saingannya Carrefour telah gagal pada tahun 2006 untuk menarik pelanggan untuk satu dekade setelah mereka mencoba memasuki pasar Korea. Namun ada juga yang berhasil yaitu supermarket Tesco Inggris yang masuk Korea Selatan pada tahun 1999 dalam joint-venture dengan raksasa elektronik Samsung. Toko Homeplus mereka, berfokus pada makanan segar dan minuman yang disukai oleh konsumen lokal dan berhasil menang atas konsumen lokal. Saat ini perusahaan ini bersaing dengan pemain top di Korea Selatan yaitu supermarket Lotte Mart. Tesco bersama Samsung pada awal tahun ini membuat Homeplus sepenuhnya menjadi anak perusahaan.
Do It Yourself
Salah satu konsep yang IKEA tawarkan adalah DIY konsep (Do It Yourself), yaitu konsep untuk merakit sendiri furniturnya. Namun hal ini tidaklah mudah untuk dijual sebab banyak konsumen belum cukup familiar dengan konsep ini. Salah satu peritel alat perbaikan rumah B & Q juga hanya berlangsung dua tahun sebelum ditarik keluar setelah konsep DIY-nya gagal di pasaran Korea. Sebenarnya IKEA juga menawarkan jasa perakitan namun hal ini akan mendorong harga lebih tinggi.
Industri mebel Korea Selatan sebagian besar didominasi oleh toko mom and pop yang memiliki kurang dari 10 karyawan. Beberapa perusahaan terkenal memiliki bisnis yang relatif moderat, contohnya HANSSEM yang merupakan salah satu pemain top dengan penjualan tahunan hampir 1 triliun won (US $ 902 juta atau sekitar 10,8 triliun rupiah).
Memang ada kekhawatiran yang jelas tentang kedatangan perusahaan milik Swedia ini, yang membuka toko pertamanya di Tiongkok pada tahun 1998 dan Jepang pada tahun 2006 yang kemudian memiliki sekitar 350 toko di lebih dari 40 negara. Bahkan kekuatiran ini disebutkan sebagai suatu krisis bagi Korea, demikian disebutkan Lee Yong-Won, kepala Asosiasi Mebel Korea, kepada AFP.
Beberapa penjual utama telah mencoba dalam beberapa tahun terakhir untuk meniru IKEA dengan membuka showroom besar, memberikan potongan harga, dan desain yag inovatif desain. Tapi pemain yang lebih kecil dapat terseingkir. Namun demikian Lee berkomentar, “Mungkin ini akan membawa beberapa reformasi yang sudah lama ditunggu. Siapa yang tahu? Kita bahkan mungkin melihat kembali ini sebagai momen yang membantu kami menemukan cara untuk tetap survive dalam jangka panjang.”
uthe/Journalist/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana
Image: IKEA