(Business Lounge Journal – Travel)
Negara-negara timur tengah banyak menjadi tujuan wisata para pelancong mancanegara. Salah satu tempat yang sangat diminati adalah Mesir. Selain sejarah dan lanskapnya yang mengesankan, keunikan dari Mesir sekarang ini juga semakin mengundang banyak turis untuk melihatnya secara langsung. Salah satunya adalah Kota Sampah (Garbage City) yang terbesar di dunia.
Kota ini bernama Manshiyat Naser yang lokasinya terletak di dasar bukit Mokattam di pinggiran kota Kairo. Adapun luasnya sekitar 5,54 km persegi. Kota ini dihuni oleh lebih dari 262 ribu orang, yang mayoritas beragama Kristen koptik.
Manshiyat Naser memang kota yang terkenal dengan sampahnya, namun kota ini terkenal dengan keramahan penduduknya. Setiap kali para pelancong mengunjungi kota ini maka banyak sambutan manis berupa senyuman yang hangat dari para penduduknya bahkan termasuk anak-anak kecilnya.
Menurut sejarahnya, pada tahun 1940-an kota Manshiyat Naser ini bermula dari para petani yang bermigrasi dari Mesir Hulu. Kepindahan mereka terjadi sebagai dampak dari buruknya hasil panen sehingga timbul kemiskinan. Pada mulanya, penduduk yang menempati wilayah ini memiliki usaha peternakan seperti ayam dan kambing. Tetapi, cara usaha ini tetap tidak memberikan keuntungan yang memadai. Kemudian akhirnya mereka menemukan sebuah usaha yang lebih menguntungkan yaitu mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang sampah. Satu per satu warga kota ininpun menetapkan profesi mereka sebagai pemulung sehingga kota ini terkenal sebagai “Kota Sampah”.
Manshiyat Naser mengumpulkan semua sampah yang didapat dari kota Kairo dengan menggunakan truk bahkan juga gerobak keledai. Proses daur ulangnya kemudian dilakukan dengan menyortir sampah dengan memilah barang yang masih berguna untuk dijual dan barang yang tidak lagi berguna. Proses ini memerlukan banyak tenaga kerja baik pria, perempuan bahkan sampai anak-anak yang dikelompokan sesuai dengan bagian kerjanya masing-masing. Mereka merobek berton-ton kantong plastik, juga menumpuk berbagai kaleng minuman dan botol plastik yang dapat dijual kembali. Kemudian, masyarakat kota ini akan menjual hasil sortiran barang yang masih berguna tersebut ke pabrik-pabrik disekitar kota ini.
Salah satu yang menariknya lagi para perempuan ternyata dibekali dengan pelatihan untuk membuat berbagai assesoris dari sampah tersebut.
Tidak heran di setiap sisi pada kota ini pasti menemukan banyak tumpukan sampah, namun tampak juga warna-warna cerah artistik seperti pada balkon-balkon dari kebanyakan unit rumah di sana. Di kota ini juga banyak beraneka ragam warna dari buah-buahan dan berbagai jajanan berupa kue-kue kering dan permen yang dijual di sepanjang jalan kota ini.
Berkunjung ke Kota Sampah ini melalui cara mandiri tidak sulit, namun tidak mudah juga. Cara paling baik untuk menjangkaunya adalah dengan cara menggunakan taksi dan katakan saja tujuan ke daerah Biara St. Simon “The Tanner”. Disarankan bagi Anda yang menggunakan taksi dapat meminta supirnya untuk menunggu sampai selesai supaya dapat digunakan untuk membawa kembali.