(Business Lounge Journal – Medicine)
Ivermectin telah menjadi perdebatan yang panjang. Ivermectin menjadi perbincangan ramai di sosial media dan membuat masyarat kini memborong ivermectin. Dampaknya adalah kenaikan harga yang tidak masuk akal. Kini ivermectin sedang menjalani uji klinik BPOM dan masyarakat dapat bersabar menunggu hasilnya.
Lalu bagaimana dengan pendapat para ahli di Amerika dan dunia tentang Ivermectin?
“Orang-orang melihat ivermectin karena disetujui untuk penyakit menular lainnya, jadi ada beberapa tingkat kenyamanan di sana,” demikian dikatakan Amesh A. Adalja, MD, spesialis penyakit menular, bioterorisme dan pengobatan darurat dan sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security, kepada Healio Rheumatology. “Seperti halnya hydroxychloroquine, ivermectin disebut-sebut karena memiliki beberapa aktivitas in vitro melawan virus.”
Sementara NIH (National Institute of Health) Amerika juga mengkontraindikasikan ivermectin pada COVID-19. NIH menawarkan beberapa alasan untuk penggunaan obat dalam pedoman COVID-19-nya. Laporan dari studi in vitro menunjukkan bahwa ivermectin bertindak dengan menghambat protein transpor nuklir alfa/beta-1 yang diimpor dari inang, yang merupakan bagian dari proses transpor intraseluler utama yang dibajak virus untuk meningkatkan infeksi dengan menekan respons antivirus inang.
Memang benar bahwa diakui ada mekanisme aksi potensial terhadap virus SARS-COV-2 terutama didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar data telah in vitro. Namun seorang ahli di India mengatakan obat tersebut digunakan pada COVID bukan karena sifat antivirusnya, tetapi karena sifat anti-inflamasinya dan data masih kurang. Terlepas dari masalah yang jelas ini, ivermectin digunakan secara luas di zona panas COVID-19 seperti India dan bagian lain dari anak benua India, dan di Amerika Selatan, dengan hasil yang beragam. Penggunaan yang meluas dan tidak diatur semacam ini hanya akan memperumit gambaran tentang peran ivermectin yang mungkin atau mungkin juga tidak pada akhirnya dimainkan dalam pandemi ini.
Wikipedia mencatat bahwa banyak penelitian tentang ivermectin untuk COVID-19 memiliki keterbatasan metodologis yang serius, menghasilkan kepastian bukti yang sangat rendah. Akibatnya, beberapa organisasi secara terbuka menyatakan bahwa bukti efektivitas terhadap COVID-19 lemah. Diantaranya adalah:
- Bahkan pada Februari 2021, Merck, pengembang obat tersebut, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa tidak ada bukti bagus bahwa ivermectin masuk akal atau efektif melawan COVID-19 dan bahwa mencoba penggunaan semacam itu mungkin tidak aman.
- Pedoman Perawatan COVID-19 NIH (National Institute of Health) Amerika menyatakan bahwa bukti untuk ivermectin terlalu terbatas untuk memungkinkan rekomendasi untuk atau menentang penggunaannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) tidak menyetujui untuk digunakan dalam mengobati penyakit virus apa pun.
- Di Inggris Raya, Panel Penasihat Terapi COVID-19 nasional menetapkan bahwa dasar bukti dan kemungkinan ivermectin sebagai pengobatan COVID-19 tidak cukup untuk melanjutkan penyelidikan lebih lanjut.
- Ivermectin tidak diizinkan untuk digunakan dalam mengobati COVID-19 di Uni Eropa. Setelah meninjau bukti tentang ivermectin, EMA (European Medicine Agency) mengatakan bahwa “data yang tersedia tidak mendukung penggunaannya untuk COVID-19 di luar uji klinis yang dirancang dengan baik”.
- WHO juga mengatakan bahwa ivermectin tidak boleh digunakan untuk mengobati COVID-19 kecuali dalam uji klinis.
- Badan Pengatur Kesehatan Brasil, Perhimpunan Penyakit Menular Brasil, dan Masyarakat Toraks Brasil mengeluarkan pernyataan sikap yang melarang penggunaan ivermectin untuk pencegahan atau pengobatan COVID-19 tahap awal.
Lalu apakah ada negara yang mengijinkan?
Ada beberapa negara yang mengijinkan penggunaan terbatas meskipun tidak ada bukti berkualitas tinggi yang menunjukkan kemanjuran dan saran yang bertentangan, yaitu:
- Republik Ceko
- Slovakia
- Peru (kemudian dibatalkan meskipun penggunaan terus berlanjut)
- India
Bagaimana dengan Indonesia?
Pada tanggal 3 Juli 2021, Kepala Badan POM juga menegaskan pembuktian ivermectin dapat mengobati COVID-19 harus dilakukan melalui uji klinik. Oleh karena itu, Badan POM mendukung dan mengawal proses pelaksanaan uji klinik ivermectin di Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Penggunaan ivermectin di luar skema uji klinik, hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hasil pemeriksaan dan diagnosis dari dokter. “Jika dokter bermaksud memberikan ivermectin kepada pasien, maka penggunaannya harus sesuai dengan protokol uji klinik yang disetujui. Dokter harus memberikan penjelasan secara rinci kepada pasien mengenai penggunaan dan risiko efek samping ivermectin,” lanjutnya. Sementara itu, Pandu Riono menyayangkan adanya pihak yang membagikan ivermectin secara bebas, padahal obat tersebut termasuk obat keras.
Kepala Badan POM mengatakan, “Jadi penyerahan ivermectin di sarana pelayanan kefarmasian harus berdasarkan resep dokter. Untuk kehati-hatian, Badan POM meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk ketika membeli melalui platform online”.
Jadi harap masyarakat bersabat menanti uji klinik dan tidak dengan sembarangan membeli obat yang tergolong obat kerasi ini.