Menswear Talk. vol.5: Interview with Brillingtonbrothers

(Business Lounge Journal – Menswear Talk)

If you know, you know…

Mungkin kita mengenal istilah “tukang jas” sebagai suatu istilah yang lumrah di Indonesia, mengingat profesi suitmaker hanya dianggap esensial untuk satu hal: kondangan dan itulah mengapa profesi suitmaker seringkali menjadi memiliki istilah yang berbau degratory: “tukang jas”. Brillington&Brothers bisa dibilang sebagai dari mata telanjang sebagai “tukang jas” – but not really. Didirikan di tahun 2010 oleh Ronald Makasutji dan istrinya Audrey, berbeda dengan kebanyakan pembuat jas di Indonesia pada umumnya. Berbeda bagaimana?

Brillington&Brothers didirikan oleh Ronald dengan alasan dirinya tidak suka dengan jas yang dipesannya bertahun-tahun silam. Penyuka olahraga tennis ini memutuskan untuk membuat brand-nya sendiri, namun bukan sebagai sekedar penyedia jas kondangan, tapi juga sebagai lifestyle yang cocok untuk udara tropis – bermain dengan bahan-bahan yang airy seperti linen, katun dan wool. Terinspirasi dengan potongan ala Italia Selatan dan Jepang, Brillington&Brothers adalah salah satu pionir dari artisan suitmaker di Indonesia yang keluar dari istilah dari “tukang jas”. Ketika Anda memesan baik jas, kemeja, atau jaket dari Brillington&Brothers, Anda bukan sekedar membeli jas, namun Anda membeli hasil riset selama bertahun-tahun dari dalam dan sampai luar negeri, bahkan Brillington&Brothers dinilai sebagai salah satu brand yang terbaik di Asia Tenggara oleh kritikus sartorial asal Prancis, Hugo Jacomet. Itulah mengapa banyak pelanggan setia Brillington&Brothers memiliki kebanggaan sendiri sebagai bagian dari segelintir orang yang mengerti sartorialism yang lebih dalam daripada orang Indonesia pada umumnya…if you know, you know.

Kini bertempat secara permanen di Gunawarman 30 lantai 3 setelah bertahun-tahun hidup sebagai travelling tailor dan berpindah-pindah tempat temporary, Ronald dan Audrey bercerita bagaimana pandemi memengaruhi nuansa transaksi tailoring, bagaimana online wedding menjadi salah satu faktor penyelamat industri dan mengapa justru di tengah pandemi, mereka malah merilis dua brand lagi – menjadi empat total.

Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek