(Business Lounge Journal – News and Insight) Jika di Jepang ada Fukushima yang ditinggalkan selama 4 tahun, maka di Argentina ada Villa Epecuén, sebuah kota kecil di tepi danau yang telah ditinggalkan selama 30 tahun. (Baca: Bencana Nuklir Fukushima: Setelah 4 Tahun Berlalu). Hal ini disebabkan sebuah bencana yang membuat kota tersebut terendam air asin selama hampir 2,5 dekade dan kota yang berada di pantai timur Laguna Epecuén, sekitar 7 kilometer (4,3 mil) utara dari kota Carhue pun ditinggalkan.
Villa Epecuén di Masa Lampau
Villa Epecuén sebenarnya adalah sebuah desa wisata yang terletak di Provinsi Buenos Aires, Argentina. Berkembang pada awal 1920-an, Epecuén dapat diakses dari Buenos Aires dengan kereta api melalui dua jalur, yaitu yang menghubungkan The Ferrocarril Sarmiento dan stasiun Villa Epecuén atau Midland Railway dengan Southern Railway menuju stasiun Carhue.
Pariwisata telah berkembang dengan baik di Epecuén. Para wisatawan dari Buenos Aires akan datang ke tempat ini untuk mencari perairan Lago Epecuén untuk terapi air asin. Pada puncaknya, Villa Epecuén dapat menampung setidaknya 5.000 pengunjung atau 25,000 pengunjung dalam satu musim dengan 280 usaha termasuk pondok-pondok, penginapan, hotel, dan bisnis. Sedangkan kota ini pada puncaknya memiliki 1.500 penduduk.
Danau air asin ini sangat menarik karena memiliki 10 kali lebih banyak garam dari laut. Wisatawan sangat menikmati untuk dapat mengambang di air yang mengingatkan Laut Mati di Timur Tengah.
Dimulai pada tanggal 6 November 1985, di musim dingin, hujan badai terjadi dengan sangat berat menyebabkan Laguna Epecuén meluap dan pada tanggal 10 November 1985, air meluap melewati tanggul yang melindungi kota dan air asin pun mulai memasuki kota.
Tindakan evakuasi pun dilancarkan untuk menyelamatkan warga serta para turis yang sedang berlibur. Pada puncaknya, air mencapai ketinggian 10 meter dan menggenangi Epecuén bertahun-tahun sehingga tempat itu pun tidak lagi layak dihuni dan tidak pernah dibangun kembali.
Setelah 2,5 dekade terendam
Saat air mulai surut, banyak orang mulai mendatangi tempat ini untuk menyaksikan apa yang terjadi. Bangunan masih ada namun telah mulai runtuh dan ditumbuhi tanaman-tanaman liar, bis-bis tua masih terparkir di stasiun bis seakan menanti datangnya ratusan turis yang hendak berwisata. Resort dan hotel Vencia nan megah pun masih ada namun telah menjadi saksi bisu. Saint Teresita Chapel yang telah menjadi reruntuhan, namun sekelompok tim scuba diving pemadam kebakaran pernah menyelam di sana pada tahun 1991 dan menyelamatkan lonceng raksasa yang telah pernah berdentang pada kota itu selama 50 tahun. Lonceng itu kini ditempatkan di parish of Carhué.
Banyak warga Epecuén melarikan diri ke dekat Carhue, kota tepi danau yang lain, dan mendirikan hotel baru dan spa, menjanjikan tempat berlibur santai menampilkan air asin dan lumpur facial.
Tiga puluh tahun sudah berlalu, air telah menguap dan warga yang dulu tinggal di sana dapat lagi berjalan di reruntuhan berkarat kota tersebut. Pohon-pohon mati tetap berdiri tegak di sana. Namun dari 1500 penduduk yang menghuni Villa Epecuén, maka hanya seorang Pablo Novak yang memutuskan kembali ke rumahnya. Pada tahun 2013, sebuah film dokumenter diproduksi mengisahkan kronik kehidupan kota dan Pablo Novak.












Tempat ini kembali dikunjungi mereka yang ingin menyaksikan kondisi Villa Epecuén saat ini. Apakah Villa Epecuén akan kembali menjadi tempat wisata? Tetapi tentu saja dengan kondisi yang berbeda.
citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : strangeabandonedplaces, Natacha Pisarenko/AP, Juan Mabromata/AFP/Getty Images