(Business Lounge – Manage Risk) Dalam proses pengambilan keputusan, pilihannya sering kali bukan antara yang bagus dan jelek, antara yang baik dan buruk saja, tetapi bisa juga antara pilihan yang keduanya punya dampak buruk. Yang mana yang harus dipilih? Tentulah yang punya dampak buruk lebih kecil yang akan dipilih. Tetapi bagaimana mengukurnya bahwa yang satu lebih kecil “minus”-nya dari yang lain? Ini sering menjadi dilema. Di kita, bisa disebut seperti “buah simalakama”.
Sebagai suatu contoh yang aktual, bisa diambil masalah menaikkan harga BBM demi memangkas subsidi BBM yang terus membengkak. Dalam APBN-P tahun 2014, subsidi BBM dianggarkan sebesar Rp 246,5 triliun dan kemungkinan realisasinya akan lebih dari itu. Ini akibat kuota subsidi yang dinaikkan agar masyarakat jangan antri BBM. Sementara untuk tahun 2015, subsidi BBM direncanakan Rp 291,1 triliun. Tetapi tindakan menaikkan harga BBM jelas tidak populer bagi banyak anggota masyarakat. Ini “mengganggu” segala kenyamanan dan kemudahan yang selama ini ditawarkan pemerintah melalui harga bahan bakar yang murah.
Pilihan Serba Berisiko
Sudah dihitung, misalnya, oleh Bank Indonesia bahwa kenaikan harga BBM sebesar 1000 sampai dengan 3000 rupiah akan menaikkan laju inflasi sebesar 1,2 sampai 3,3%. Dampaknya bisa beruntun. Kemungkinan besar BI rate akan dinaikkan, dari level 7,5% sekarang ini. Dunia usaha akan merasa tertekan. Para buruh, mungkin, akan kembali menjerit dan menuntut kenaikan upah mereka. Dunia usaha makin tertekan lagi. Lalu, bagaimana nanti dengan situasi politik?
Akan tetapi bila BBM tidak naikkan maka perekonomian negara bisa menjadi mandek. Negara kita menjadi tersandera dengan nilai subsidi yang masif yang menyebabkan anggaran pembangunan penggerak roda perekonomian yang strategis menjadi minimum. Pertumbuhan ekonomi yang rendah hanya akan menambah tingkat pengangguran dan kemiskinan. Rakyat akan resah dan dunia perpolitikan bisa menjadi gaduh, dan seterusnya kisah berlanjut.
Inilah pilihan dalam manajemen risiko; bagaimana mengukur, menganalisis lalu memutuskan pilihan terbaik di antara yang serba berisiko. Selanjutnya, bagaimana mengamankan pilihan tadi dan mencegah terjadinya peningkatan risiko atas pilihan berisiko tadi.
Melalui sejumlah perhitungan intense dan pertimbangan yang komprehensif maka pemerintah baru kita memutuskan menaikkan harga BBM. Ini suatu keputusan. Betapapun berisikonya, keputusan harus diambil. Berikutnya, program kompensasi disediakan untuk menolong masyarakat khususnya penghasilan rendah yang akan terkena dampak langsung dari kenaikan BBM.
Penyesuaian Bertahap Meredam Gejolak
Menimbang berbagai dimensi risiko dari pemangkasan subsidi BBM ini, maka disarankan agar pemerintah baru untuk menaikkan harga BBM secara bertahap. Suatu perubahan atau penyesuaian bertahap adalah bagian dari meredam dampak kejutan pada suatu pilihan berisiko. PLN telah melakukan strategi seperti ini, menaikkan harga listrik secara bertahap bahkan dengan penjadwalan yang disosialisasikan. Ada pihak yang kontra, tentu saja, tetapi tidak sampai menimbulkan gejolak.
Perubahan (kenaikan) bertahap pada harga BBM dengan sosialisasi yang gencar dan logis, kiranya memberikan edukasi positif bagi masyarakat untuk menerima kenyataan ini. Memang pahit rasanya, tetapi itu adalah seperti obat. Pada gilirannya akan memberikan kesembuhan dari penyakit yang menahun dan memenjarakan. Masalah subsidi BBM ini disebutkan oleh sejumlah pakar bagaikan kanker dalam tubuh perekonomian kita.
Kompensasi harus terasa menyentuh akan masyarakat, dan juga dunia usaha. Dengan ruang fiskal yang membesar, diharapkan roda perekonomian bergerak dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Media masa perlu secara masif dilibatkan untuk membantu menyampaikan informasi positif dari dampak pemangkasan subsidi ini. Ketika masyarakat mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan baru ini, pemerintah disarankan mengambil langkah menaikkan kembali harga BBM.
Adaptasi Risiko
Kali ini, semoga saja, resistensi masyarakat semakin berkurang. Ada proses adaptasi yang telah dilalui. Pada level ini, kembali kompensasi positif harus dirasakan lagi bagi anggota masyarakat serta sampai kepada dunia usaha. Saat ekonomi semakin bergerak, dan berdampak kepada pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan, barangkali saja penyesuaian berikutnya dapat dilakukan. Begitu seterusnya sampai negara kita, akhirnya, mendapatkan struktur anggaran yang lebih sehat dan kuat. Obat pahit itu akhirnya mendatangkan kesehatan yang sesungguhnya.
Hal-hal tersebut di atas hanyalah sebagian dimensi skenario untuk penyesuaian risiko yang dapat dilaksanakan. Aspek-aspek lainnya secara simultan dapat dilakukan, salah satunya yang sangat penting adalah birokrat yang bersih dari korupsi. Ini akan membuat rakyat yang percaya kepada pemerintah, dan menerima keputusan-keputusan ekonomis yang sekalipun pahit tetapi dipandang sebagai pilihan terbaik demi rakyat dan bangsa. Aspek lainnya lagi, seperti pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan menaikkan produksi enerji baru dan terbarukan (EBT) yang di negara kita sebenarnya telah sangat dikaruniai dengan limpahnya. Lihatlah peluang kandungan gas terbesar di dunia pada tanah kita, atau pengembangan produksi biodiesel dalam enerji nabati yang sangat potensial , sumber enerji air (hydro energy) dan matahari yang berlimpah, dan seterusnya.
Kiranya tulisan ini dapat menjadi suatu sumbangan pemikiran. Pilihan berisiko adalah laksana obat. Biar pahit, bahkan sakit, tetapi akan memberikan kesehatan dan sejahtera sebagai dampaknya. Pilihan tersebut harus selalu diamankan, diawasi dan dijaga dari waktu ke waktu. Ini pun suatu strategi manajemen risiko. Tetapi yang terpenting dari semua itu adalah: demi kesejahteraan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Maka, mari kita upayakan bersama.
Alfred Pakasi/Deputy Chairman of Vibiz Consulting Group, CEO of Vibiz Consulting/VMN/BL