(Business Lounge – Operate Efficiently)
Apa yang dimaksud dengan Fraud ?
Fraud dalam istilah sehari-hari adalah perbuatan melanggar yang dilakukan secara sengaja terhadap peraturan yang berlaku yang dapat menimbulkan kerugian dengan tujuan untuk keuntungan pribadi maupun pihak lain.
Mengapa fraud terjadi ?
Adanya peluang (opportunity), tekanan/motif (pressure) dan alasan yang tepat (a rationalization) menjadi motif/pendorong setiap orang melakukan tindakan fraud.
Elemen dari fraud dapat digambarkan dalam Fraud Triangle di bawah ini.
Pertama, peluang timbul karena adanya kelemahan dan hilangnya pengendalian internal. Beberapa contoh di antaranya adalah pengawasan dan review, pemisahan tanggung jawab, management approval, dan sistem pengendalian.
Kedua, tekanan/ motive dapat disebabkan karena kebutuhan keuangan dan motif lainnya, berikut beberapa contohnya: masalah keuangan (harus membayar cicilan rumah, berobat, tagihan listrik, telepon dll), judi, drugs, dan hutang yang berlebihan dan adanya target yang tidak realistis juga dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud.
Ketiga Rationalization terjadi pada saat seseorang membuat pembenaran atas tindakan fraud, contohnya adalah: “Saya sangat membutuhkan uang ini dan saya akan mengembalikannya pada saat menerima gaji”, ”Setiap orang akan memahami jika mereka mengetahui akan kebutuhan saya”, dan ”Setiap orang melakukannya (fraud)”.
Bagaimana mengetahui bahwa fraud telah terjadi? Faktor-faktor apa yang dapat menimbulkan fraud?
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan fraud.
- Tidak efektifnya pengendalian intern, seperti:
- Kurangnya kualitas dari seseorang dalam menjalankan fungsi pengendalian
- Tidak adanya pembagian fungsi tanggung jawab.
- Tidak dibatasi akses terhadap asset atau data penting (cash, catatan pribadi, dll.)
- Tidak dilakukannya rekonsiliasi asset dengan catatan yang dimiliki
- Kolusi diantara pegawai dengan tiada atau lemahnya pengawasan.
Other Fraud warning signals:
- Turnover pegawai yang tinggi
- Moral pegawai yang rendah
- Tidak adanya dokumen pendukung dari suatu transaksi
- Banyaknya keluhan dari nasabah
- Target yang tidak realistis
Jadi, bagaimana fraud dicegah? detterent
Seluruh pegawai cenderung tidak akan melakukan fraud jika mereka percaya bahwa mereka akan ditangkap bila melakukan fraud. Fraud masih dapat dilakukan meskipun system pengendali telah ditempatkan secara periodic untuk mencegah fraud jika pegawai tidak memperdulikan fungsi control itu sendiri. Prinsip ini dapat bekerja sebaliknya, Fraud dapat dicegah meskipun controlnya lemah akan tetapi setiap orang percaya bahwa kontrol tersebut ada pada tempatnya. Jadi kunci untuk mencegah timbulnya fraud adalah dengan meningkatkan persepsi bahwa pelaku fraud akan ditangkap jika melakukan fraud.
Tujuan ini akan tercapai melalui kombinasi berikut : sistem pengendalian internal yang kuat misalnya dengan melakukan check and recheck kebenaran seluruh isi data dan dokumen oleh checker/supervisor atau bila perlu oleh manager dan harus dibuktikan dengan tandatangan, tanggal dan waktu dilakukannya check, membentuk fraud hotline dan training untuk mengenal tanda-tanda dari fraud. Manajemen juga harus mempertimbangkan publikasi hasil investigasi fraud untuk menunjukkan kepada seluruh pegawai bahwa seluruh aktivitas fraud tidak dapat ditoleransi dan akibat terburuknya adalah terminasi.
Dari kasus yang banyak terjadi, maka terlihat bahwa elemen-elemen yang mendorong munculnya fraud sbb :
- Peluang, peluang terlihat oleh tersangka dimana pengawasan intern dan review hasil kerja oleh supervisor tidak berjalan dengan baik
- Motive ; dari hasil interview dengan tersangka didapat informasi bahwa tersangka fraud melakukan ini karena adanya kebutuhan keuangan untuk membiayai keluarganya (istrinya yang sedang hamil) dan membiayai kontrakan rumahnya. Bila kita lihat secara rasional posisi dari tersangka yang hanya seorang sales, mungkin saja kejadian ini timbul karena ingin mencapai target yang telah ditetapkan dengan mengabaikan etika dan moral yang berlaku sebagai sales dalam mencapai tujuan.
- Rationalization, masih kuatnya budaya rasionalisasi fraud misalnya: ”Setiap orang akan memahami jika mereka mengetahui akan kebutuhan saya”, dan ”Setiap orang melakukannya (fraud)”.
Kasus seperti diatas dapat dideteksi maupun dicegah bila pertama, semua personil memiliki budaya dan moral yang baik dengan tidak mempertaruhkan reputasinya dengan perbuatan yang melanggar aturan yang berlaku. Kedua, peranan supervisor, manajer juga sangat penting dalam mendeteksi dan mencegah timbulnya Fraud.
Lemahnya kontrol dari supervisor dalam mengawasi dan mereview hasil kerja bawahannya dan tidak memberikan arahan sebenarnya dalam proses penjualan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ketiga, diluar dari lemahnya faktor tersebut diatas, kurangnya budaya anti fraud juga masih sangat rendah di lingkungan sales ditunjukkan dengan tidak adanya keinginan untuk melaporkan gejala dan tindakan fraud yang telah terjadi kepada pihak yang berkepentingan/ berwenang.
Fraud merupakan tindakan kriminal, dan seperti tindakan kriminal lainnnya fraud dapat terjadi kepada siapa saja. Seperti yang telah dijelaskan dalam segitiga fraud, pencegahan fraud merupakan tanggung jawab seluruh bagian dalam suatu perusahaan.
Pengendalian yang kuat diperlukan untuk peluang yang kelihatan untuk melakukan fraud. Menciptakan pengukuran yang proaktif untuk mendeteksi fraud melalui fraud assessment questioning dan hotline memberi pegawai kesempatan membantu untuk menghentikan fraud dan pada saat yang sama meningkatkan persepsi pencegahan sehingga mencegah kemungkinan munculnya fraud dimasa depan. Juga dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang positif yang akan meningkatkan moral pegawai dan mengurangi tekanan atau motif melakukan fraud.
Ria Felisha/Contributor/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana