Systemic Risk Management

(The Manager’s Lounge, Risk Management) – Belakangan ini, istilah systemic risk seringkali kita dengar sehari-hari, terutama terkait dengan kasus Bank Century. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan systemic risk? Dan bagaimana cara melakukan systemic risk management?

Apa itu systemic risk?
Systemic risk adalah risiko yang disebabkan oleh peristiwa tertentu, seperti gangguan dalam perekonomian, atau kegagalan institusi tertentu, kemudian menyebabkan serangkaian konsekuensi ekonomi, atau domino effect. Konsekuensi yang disebabkannya antara lain kerugian signifikan yang diderita institusi, volatilitas harga yang luar biasa, hingga dalam kondisi ekstrim mengakibatkan serangkaian kegagalan pada institusi dan/atau market failure.

Issue yang sekarang tengah ramai adalah Bank Century yang memperoleh bailout dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp6.7 triliun. Porsi Century di perbankan memang kecil saat itu, yakni pangsa DPK hanya 0,8 persen, pangsa kredit 0,42 persen, dan pangsa aset 0,72 persen. Pertanyaannya, bagaimana Century bisa berdampak sistemik?

Risiko sistemik tidak dapat dilihat dari besar kecilnya suatu institusi. Dulu, saat krisis perekonomian tahun 1997, 16 bank kecil yang porsi asetnya hanya sekitar 3% perbankan ditutup. Akibatnya luar biasa, terjadi rush baik di bank kecil hingga bank besar yang sehat, sehingga mengakibatkan banyak bank yang jatuh dan harus diambil alih pemerintah.

Meskipun bank kecil, namun jika bisa mengakibatkan efek domino kepada institusi lainnya, maka ini berpotensi mengakibatkan kegagalan pada sistem perbankan. Meskipun Indonesia tidak terkena krisis secara langsung, namun tekanannya bisa dirasakan baik di sector riil maupun pasar modal. Sebelum Century jatuh, pasar sempat menerima rumor bahwa terdapat 5 bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena kalah kliring, salah satunya Century. Meskipun berita ini dinyatakan palsu, namun jatuhnya Century tentu memunculkan pendapat bahwa rumor tersebut benar. Jelas saat itu sistem perbankan Indonesia mengalami tekanan. Apalagi, Indonesia tidak menerapkan blanket guarantee secara penuh seperti di luar negeri.

Hal ini diperkuat oleh hasil riset dari Danareksa Institute, yang mengukur Banking Pressure Index, menunjukkan saat itu tekanan yang dialami perbankan sangat tinggi pada bulan Oktober 2008, yakni seebsar 0.8 yang jauh melebihi angka saat pra krisis pada Maret 1997 yakni 0.5. Kemudian Bulan November agak turun jadi 0.75, namun masih terbilang tinggi. Jadi, ini mementahkan pendapat yang menyatakan bahwa Indonesia tidak mengalami tekanan akibat krisis.


Jika dilihat dari grafik probabilitas risiko di atas, risiko sistemik terletak di sebelah kanan, yakni merupakan risiko yang probabilitasnya rendah. Namun, sayangnya, justru risiko dengan probabilitas rendah ini jika benar terjadi, maka bisa mengakibatkan kerugian yang luar biasa. Kasus terorisme 9/11 misalnya, merupakan peristiwa yang sangat jarang terjadi, namun sekalinya terjadi mengakibatkan kerugian yang luar biasa dan korban yang sangat banyak. Sebagian bisnis yang terkena dampak 9/11 saat itu, kini sudah tidak dapat beroperasi lagi.

Menangani Systemic Risk
Lalu bagaimana Anda dapat melakukan systemic risk management? Systemic risk management dapat dilakukan dengan beberapa cara:

Pertama, melakukan penutupan terhadap institusi tersebut, atau dibiarkan bangkrut. Dengan opsi ini, systemic risk masih tetap ada. Idealnya dilakukan ketika kondisi perekonomian sedang tenang, tidak dalam masa krisis. Contohnya adalah penutupan 16 bank pada krisis 1997, dan bangkrutnya Lehman Brothers. Kedua event tersebut mengakibatkan gagalnya sistem finansial.

Kedua, institusi tersebut melakukan merger atau akuisisi. Sehingga, risikonya terserap oleh institusi yang mengakuisisinya, atau risikonya ditanggung bersama-sama. Contohnya adalah Bank of America yang mengakuisisi Merrill Lynch, yang kemudian mengalami tekanan karena buruknya kondisi finansial Merrill Lynch. Namun, lihat juga ada merger yang sukses yakni Bank Mandiri, yang merupakan gabungan dari empat bank yang sempat bermasalah.

Ketiga, diambil alih atau dinasionalisasi oleh pemerintah, jadi risikonya ditanggung oleh pemerintah. Seperti yang terjadi pada krisis dulu, pemerintah mengambil alih banyak perbankan, termasuk BCA, Danamon, BRI dan Mandiri, lalu memasukkan obligasi rekap, untuk mengatasi masalah kekurangan modal.

Terakhir, yakni pemerintah memberikan bailout atau dana talangan, untuk mengatasi masalah kesulitan likuiditas. Ini seperti yang dilakukan pemerintah terhadap Century dan bantuan pemerintah AS untuk sejumlah institusi finansial serta GM dan Chrysler.

Demikian adalah sekilas gambaran mengenai systemic risk dan bagaimana menanganinya. Semoga bermanfaat.

pic.:risk.net

(Rinella Putri/TA/TML)